Jalur Sutra (The Great Silk Road) merupakan alur perdagangan para pedagang sejak abad ke-2 sebelum Masehi sampai dengan abad 16 Masehi. Jalur yang sangat terkenal ini menghubungkan Cina dan Kerajaan Romawi sepanjang 7.000 kilometer lebih. Dinamakan jalur sutra karena barang utama yang diperdagangkan lewat jalur ini awalnya adalah sutra Cina. Namun seiring waktu barang yang diperdagangkan berkembang perhiasan, emas, besi, dan lainnya.
Rute utama jalur ini melalui bagian tengah Cina melalui pegunungan Thien San, Asia Tengah, Afghanistan, Iran, bagian pantai Mediterrania, Afrika Utara, menuju Eropa. Para pedagang melewati jalur ini dengan kereta kuda. Merekalah yang diyakini memberikan pengaruh penting bagi perkembangan kehidupan modern Asia dan Eropa di segala bidang.
Jalur ini begitu penting sebagai urat nadi ekonomi, budaya, bahkan politik pada Abad Pertengahan. Namun Kawasan Asia Tengah yang tak pernah sepi konflik-konflik senantiasa menghantui jalur sutra.
Kawasan tersebut merupakan bagian dari kerajaan Rusia dan Cina sampai menjelang abad 20. Selanjutnya negara-negara Asia Tengah yang meliputi Kyrgyzstan, Kazakhstan, Turkmenistan, Tajikistan, Uzbekistan, serta 10 negara sekitarnya sempat menjadi negara bagian dari Uni Sovyet selama lebih dari 70 tahun. Ketika Glasnost dan Perestroika berhembus dan mengakibatkan jatuhnya Sovyet pada awal 1990an, negara-negara bagian tersebut satu demi satu memerdekakan diri.
Asia Tengah yang sangat kaya dengan sumber daya alam (khususnya untuk energi seperti minyak, gas, uranium, batubara) membuat secara geostrategis posisi mereka menjadi penting.
Rusia dan Cina terus berupaya menjalin persahabatan dengan negaranegara baru merdeka itu demi mempertahankan pengaruh di sana. Negara Barat lain seperti Eropa dan Amerika Serikat pun tidak mau ketinggalan. Dengan berbagai alasan (seperti perang terhadap terorisme dan kejahatan lintas batas) AS dan EU membangun berbagai pangkalan militer di kawasan tersebut.
Karena masih muda dan sebagai akibat 70 tahun dibawah kekuasaan Sovyet, negara-negara Asia Tengah juga mengalami pergolakan. Tekanan penguasa atau pemerintah pada sendisendi kehidupan masyarakat masih sangat terasa. Perjalanan menuju demokrasi juga membuat berbagai gejolak sosial politik dan menimbulkan berbagai masalah ekonomi.
Tiap pemerintah terus mencari model dan strategi perekonomian yang tepat demi mensejahterakan masyarakatnya. Berdasarkan data World Bank, tingkat perekonomian Kazakhstan dan Turkmenistan berada di bawah rata-rata dunia, Uzbekistan dan Kyrgyzstan masuk kelompok negara dengan tingkat pembangunan ekonomi rendah, sedangkan Tajikistan termasuk negara termiskin di dunia.
Namun secara umum, perekonomian seluruh negara Asia Tengah tumbuh rata-rata 8% pada 2006. Ini cukup fantastis dan menunjukkan arah yang tepat dari seluruh proses reformasi perekonomian kelima negara tersebut. Dengan total GDP US$ 100 milyar dan jumlah penduduk sekitar 90 juta orang, pasar Asia Tengah menjanjikan potensi keuntungan yang besar bagi pebisnis.
Kawasan tersebut juga mulai bebenah untuk saling mengintegrasikan diri demi memperlancar arus komunikasi dan transportasi. Terlihat dari semakin banyaknya infrastruktur berupa jalan, rel kereta, dan jembatan. Jalur penerbangan juga dibuka untuk saling menghubungkan kelima negara dan dengan negara bekas jajahan Uni Sovyet lain.
Kegiatan produksi lima negara Asia Tengah didominasi oleh pengolahan sumber daya mineral dan hasil pertanian. Dua kegiatan ini mendominasi ekspor dari kawasan. Produksi terbesar atas minyak, batubara, dan mineral lainnya dilakukan oleh Kazakhstan. Sedangkan industri ringan, bahan-bahan kimia dan proses mekanik banyak dilakukan Uzbekistan. Turkmenistan lebih banyak memproduksi gas alam dan pengolahan kapas, sedangkan Kyrgyzstan dan Tajikistan memfokuskan diri pada produksi tenaga listrik, penambangan emas, serta pengolahan aluminium. Untuk produk pertanian, kelima negara memiliki hasil olahan buah dan sayuran. Juga ada kekhususan untuk produk tertentu seperti bijibijian (Kazakhstan), serta kapas dan sutera (Uzbekistan, Tajikistan dan Kyrgyzstan).
Sebaliknya, mereka mengimpor dalam jumlah besar beberapa mesin dan peralatan untuk pengembangan industri dalam negeri mereka. Mereka juga banyak membutuhkan bahan-bahan kimia untuk penambangan dan pengolahan mineral. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, negara-negara Asia Tengah banyak mengimpor bahan makanan serta produk kayu dan kertas.
Sampai saat ini Asia Tengah banyak melakukan perdagangan dengan Negara yang secara geografis berdekatan seperti Rusia, Cina, dan Turki. Jerman, Korea Selatan, Switzerland, Uni Emirat Arab dan AS mulai mensuplai Asia Tengah terutama dengan komoditi pertanian dan mesin serta peralatan industri.Analisa yang dilakukan Asian Development Bank (ADB) pada tahun 2006 menunjukkan bahwa terdapat potensi perdagangan yang sangat besar dengan negaranegara Asia Selatan dan Timur serta negara-negara Barat lainnya. Studi ADB juga mengungkapkan bahwa ada banyak hambatan perdagangan yang timbul di kawasan tersebut. Hambatan utama berasal dari kondisi geografis Asia Tengah yang tidak memiliki la utan (landlocked) sebagai jalur utama perdagangan.
Ini mengakibatkan mahal dan lamanya pengiriman barang karena harus melalui negara-negara transit yang tak sepenuhnya dapat dikontrol oleh Asia Tengah. Selain itu, tiap negara memiliki kebijakan perdagangan yang ketat atas banyak produk untuk melindungi pasar dalam negeri. Produk pertanian menghadapi tarif yang sangat tinggi di seluruh negara Asia Tengah. Tarif yang sering berubah juga merupakan masalah lain yang harus dihadapi para calon pebisnis di Uzbekistan,Kazakhstan, dan Tajikistan. Masalah berikutnya yang perlu diwaspadai ialah adanya kendala pendanaan melalui sektor perbankan. Kendala ini membuat transaksi perdagangan dengan negaranegara Asia Tengah seringkali terhambat.
Bagi Indonesia, Asia Tengah merupakan pasar non tradisional yang sangat prospektif. Ini mengingat ada kesamaan latar belakang agama Islam yang dianut penduduk Asia Tengah dan melimpahnya sumber daya alam. Sektor ekonomi yang dapat dikembangkan lebih lanjut antara lain tekstil, hasil pertanian dan perkebunan, informasi dan teknologi, otomotif, furnitur, makanan halal, real estate, perhotelan, pariwisata khususnya wisata sejarah, migas dan bahan mineral lainnya. Para pengusaha Indonesia yang bergerak pada bidang-bidang tersebut perlu mengantisipasi peluang pasar di kawasan ini.
Pemerintah Indonesia juga mulai melirik ke Asia Tengah sebagai alternative pasar di Asia. Pada kunjungan delegasi Pemerintah dan Kadin Uzbekistan bulan April lalu, Kepala Pusat Pengembangan Pasar Wilayah Asia Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) menyampaikan bahwa pasar Uzbekistan khususnya dan Asia Tengah umumnya belum banyak diketahui pengusaha Indonesia, padahal diakui potensi yang ada sangat besar. Kepala Badan Koordinasi Pasar Modal (BKPM) menyampaikan perlu peningkatan kerjasama ekonomi dan perdagangan Indonesia di kawasan tersebut.
Salah satu kendala yang juga dihadapi ialah tidak adanya transaksi langsung dengan pedagang di sana. Hampir semua transaksi perdagangan melalui pihak ketiga. Untuk itu Pemerintah RI dan negara-negara Asia Tengah perlu meningkatkan kerjasama untuk membuka jalur penerbangan langsung dan memfasilitasi perdagangan langsung ke kawasan tersebut.
Namun di pihak lain diperlukanjuga keberanian para pebisnis Indonesia untuk menjadi pelopor dalam menerobospasar tradisional di sana. Uzbekistan yang telah memiliki sarana dan prasaranalebih baik dapat menjadi pintu gerbang masuknya produk kita ke wilayah lainnya. Strategi untuk memasuki pasar di sana perlu disesuaikan dengan karakteristik tiap negara.
Mungkin banyak yang berkata: pasar Asia Tengah terlalu kecil, terlalu jauh, terlalu sulit untuk dimasuki, terlalu banyak hambatannya atau terlalu sedikit insentif pasarnya. Namun justru dibalik itu semualah terletak potensi keuntungan yang tinggi. Hukum besi ekonomi “risiko tinggi, profit besar’’ masih tetap berlaku. Semua hanya perlu keberanian untuk memulainya.
Posting Komentar